Kamis, 23 Juni 2011

E. Coli: Si Kecil yang Mewabah

Awal Juni 2011 lalu Negara Jerman dihebohkan dengan ribuan warga negaranya harus dilarikan ke rumah sakit akibat sebuah bakteri. Bahkan bakteri ini merenggut nyawa sebanyak 35 orang lho Sob. Mayoritas mengalami diare berdarah, dan tak sedikit yang mengalami komplikasi ginjal. Bakteri yang mewabah di Jerman ini disinyalir telah mengkontaminasi kecambah dari sebuah perkebunan di negara bagian Lower Saxony di utara Jerman.

Ternyata wabah bakteri ini tidak hanya terjadi di Jerman. Di Prancis pun bakteri yang sama menyebabkan enam orang anak dirawat di rumah sakit Kota Lille, utara Prancis karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Bedanya dengan di Jerman, sumber bakteri ini berasal dari daging giling yang dihidangkan dalam beefburger.

Bakteri yang sedang naik daun ini bernama Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli. Pada umumnya, masyarakat mengetahui kalau bakteri ini penyebab terjadinya infeksi saluran pencernaan. Padahal, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich pada 1885 dan dapat ditemukan dalam usus besar manusia ini, tidak berbahaya. Malah ia menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K atau dengan mencegah bakteri lain berkembang di dalam usus.

Namun meski demikian tidak semua bakteri E. Coli berbahaya dan dapat mengakibatkan keracunan makanan serius pada manusia lho Sob. Hanya E. Coli tipe O157:H7 yang pernah mewabah di Amerika Serikat pada 1982 dan E.Coli strain O104:H4 yang mewabah di Jerman baru-baru ini.

Jenis O104:H4 dimasukkan sebagai salah satu Enterohaemorrhagic E.Coli (EHEC), yang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami diare berdarah. Bahkan seringkali kasus ini berkembang menjadi haemolytic uraemic syndrome (HUS), penyakit yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi ginjal dan berbagai komplikasi infeksi lain.

Bisa dibilang ini merupakan jenis bakteri yang menjadi salah satu tulang punggung pada dunia bioteknologi. Karena hampir semua rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan bakteri ini. hal ini terjadi karena susunan genetikanya yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Bakteri ini juga merupakan media cloning yang paling sering dipakai.

Industri kimia mengaplikasikan teknologi fermentasi yang memanfaatkan E. coli. Misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik), high value chemicals (1-3 propanediol, lactate). Secara teoritis, ribuan jenis produk kimia bisa dihasilkan oleh bakteri ini asal genetikanya sudah direkayasa sedemikian rupa guna menghasilkan jenis produk tertentu yang diinginkan.

Meski menurut menteri kesehatan kita ibu Endang Rahayu Sedyaningsih bakteri E. Coli yang ada di Indonesia tidak berbahaya karena berbeda strain, namun tidak ada salahnya kita untuk cermat dengan apa-apa yang berhubungan dengan bakteri ini.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa E.Coli hidup di suhu 7 derajat celcius dan mati di suhu 70 derajat celcius. “Jadi jika bahan pangan dimasak dengan benar, bakteri akan mati,” katanya.

Agar terhindar dari bahaya E.Coli, Katherine Zeratsky, pakar nutrisi Mayo Clinic memberikan beberapa panduan:

  • Perhatikan tampilan, bau, dan rasa makanan dan minuman sebelum masuk ke tubuh.
  • Cuci bahan makanan sampai bersih. Gosok seluruh permukaan dengan lembut.
  • Cuci tangan, perabot rumah tangga, dan peralatan dapur dengan sabun dan air hangat sebelum digunakan.
  • Pisahkan bahan makanan mentah dari makanan siap saji.
  • Masak makanan sampai matang dengan suhu minimal 71 derajat celcius.
  • Simpan bahan makanan dengan teknik penyimpanan yang baik di lemari es.
  • Hindari jus, produk susu, dan minuman apel yang tidak dipasteurisasi.
  • Hindari konsumsi minuman dari sumber air yang terpolusi.

Kamis, 05 Mei 2011

Rausyan Ghifari Syakib

Akhirnya, alhamdulillah, trimester pertama pertumbuhan si kecil pun terlewati. Lho, kapan lahirnya ya? He he he. Alhamdulillah tanggal 29 Januari 2011 lalu telah lahir bayi laki-laki yang imut-imut kayak saya (ha ha ha!).

Kepingin banget nulis detil ketika menyambut dan pascanya. Tapi apa daya, gak punya waktu. Kalau sudah di rumah, maunya main terus sama si kecil. Kerjaan kantor lebih baik gak dibawa pulang, karena gak bakal sempat kepegang sama sekali.

Dan si kecil pun diberi nama Rausyan Ghifari Syakib. Banyak yang tanya apa artinya. Umm...jadi kira-kira begini:

Suatu ketika di taksi, pulang diajak suami nonton bareng sama mbak Wanda Hamidah dan pak Chico Hakim plus teman-teman Jakarta Bergeraknya suami. Itu lagi hamil berapa bulan ya? Kalau gak salah sudah delapan bulan. Tiba-tiba teringat nama anak magang di kantor: Raushan. Pas browsing-browsing, ternyata ada bahasa Persia Rausyan Fikr, yang artinya ‘pemikir yang tercerahkan’.

“Istilah Rausyan Fikr diusung oleh tokoh Iran, Ali Shariati. Menurut Shariati, Rausyan Fikr adalah orang yang sadar akan keadaan manusia (human condition) di masanya, serta setting kesejarahan dan kemasyarakatannya. Ia menerima rasa tanggung jawab sosial. Rausyan Fikr mampu menumbuhkan rasa tangung jawab dan kesadaran untuk memberi arahan. Rausyan Fikr berbeda dengan ilmuwan. Ilmuwan hanya menampilkan fakta sebagaimana adanya, sementara Rausyan Fikr memberikan penilaian yang seharusnya. Ilmuwan berbicara dengan bahasa universal, sedangkan Rausyan Fikr berbicara dengan bahasa kaumnya. Ilmuwan bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya; namun Rausyan Fikr harus melibatkan diri pada apa yang ia percayai.” à boleh ngutip dari tulisannya Anas Urbaningrum, he he he.

Kebetulan, suami adalah salah seorang fans dari pemikiran dari Ali Shariati. Maka nama Rausyan yang bermakna ‘yang tercerahkan’, yang juga punya makna setara dengan aufklarung dan enlightment, pun di acc jadi nama depan :D Tapi meski sudah bagus-bagus namanya Rausyan, om-tantenya malah semena-mena manggil Ocan, Ucan, Ojan..haduuuh T__T

Terus, dulu banget nih ya, saya bercita-cita kalau punya anak laki-laki pengin diberi nama Ghifar. Inspirasinya dari Abu Dzar Al-Ghifari yang sahabat Nabi SAW. Abu Dzar itu berasal dari suku Ghifar. “Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tak ada taranya dalam soal menempuh jarak. Mereka jadi tamsil perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka, dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam.” à tulis suatu situs, he he he. Gak tau kenapa saya nge-fans berat sama sahabat nabi yang satu itu. Mungkin karena sikap oposisinya dan berani bicara benar meski pahitnya-lah yang bikin saya jatuh cinta. Nah, akhirnya kesampaian deh tuh. Menyelipkan nama Ghifari di tengah-tengah J

And then, Syakib. Ini pesanan ayahnya, he he he. Jadi, bapaknya punya nama pena Ahmad Syakib. Dari nama pena inilah lahir tiga buku bertema remaja. Sementara buku-buku berat garapannya cenderung pake nama aslinya. Segitu bangganya pake nama Ahmad Syakib, sampe akun facebook dan twitter pun pake embel-embel Syakibnya. Nah, pas browsing-browsing nama anak, dapatlah arti nama Syakib. Lebih tepatnya Syakiib (double i), yang artinya ‘yang memberi balasan kebaikan’. Dan nama Syakib pun jadi semacam nama “marga”, he he he.

Jadi, artinya? Umm..mungkin begini, Rausyan Gifari Syakib: anak laki-laki yang tercerahkan, memiliki keberanian luar biasa seperti kaum Ghifar yang memberi balasan kebaikan. Semoga gak keberatan ya nak filosofi namanya J

Jumat, 14 Januari 2011

Meniga Dalam Puluhan

Melukismu pada layar putih dengan kursor yang terus berkedip adalah bukan sesuatu yang mudah. Begitu pula bila aku harus berimaji tentangmu. Dipaksa sekalipun, hasilnya percuma. Entah mengapa. Mungkin karena selama ini engkau nyata, tidak maya.

Seperti berpuluh purnama yang lalu, saat luka kerap menjadi lagu. Ada ketulusan terabaikan oleh hati yang sedang buta. Ada dunia tak terpikir yang tumbuh diam-diam mendekam dalam sudut jiwa. Penuh pengharapan, namun terasa janggal jika untuk dijalani. Hingga pertempuran pun terjadi. Ego telah menjelma benteng yang sulit diruntuhkan. Apakah kelak akan terbuka, ataukah tertutup untuk selamanya. Namun akhirnya pertempuran pun dimenangkan oleh kesabaran.

Kesabaran yang harus ditebus dengan air mata. Kesabaran yang harus didapat dengan perjuangan juga. Kesabaran yang harus diikrarkan untuk melawan kebimbangan sikap mengatasnamakan dendam hati masa lalu. Dendam hati yang bahkan tak mampu terdeteksi mata telanjang. Entah sebab kepongahan, atau kedegilan hati.

Kesabaran itu mewujud pada angka tiga di bulan pertama setahun yang lalu. Tepat sebelas hari sebelum perayaanmu yang ke dua puluh sembilan dan delapan puluh lima hari sebelum perayaanku yang ke dua puluh tujuh. Seakan tak percaya, bahwa kisah puluhan purnama ternyata membawa kita berada di sini bersama-sama.

Ini akhir dari masa lalu dan awal masa yang baru. Sudah lebih dari tiga ratus enam puluh lima malam kita melaluinya. Meski demikian, mengimajimu tetaplah bukan pekerjaan mudah. Mungkin karena kau bukan bayangan yang tak bisa dijamah. Kau terlalu nyata untuk hidup yang penuh warna.

Maka untuk Cinta, telah ku titipkan semua kepada-Nya: hati, jiwa dan raga. Agar tak pernah terbagi untuk yang bukan haknya. Dan untuk Cinta, ku panjatkan doa: semoga tidak ada yang pernah berubah, untuk sekarang dan selamanya.

14 Januari 2011

Meniga dalam puluhan. Mengempat dalam belasan. Menyatu dalam bulanan. Melaut tak lagi sendirian...met milad cinta ^__^

Jumat, 07 Januari 2011

Pulitzer

Siapa yang tak tahu Pulitzer? Pulitzer merupakan sebuah penghargaan bergengsi yang diidamkan insan pers di Amerika. Meski penganugerahannya saat ini dilaksanakan setiap bulan April, penghargaan ini genap berusia 94 tahun pada Juni mendatang, sejak diberikan pertama kali pada 4 Juni 1917. Penghargaan ini diprakarsai oleh seorang jurnalis dan penerbit surat kabar warga AS yang lahir di Hungaria pada 10 April 1847, Joseph Pulitzer.

Joseph Pulitzer awalnya seorang tentara Kerajaan Austria yang diberhentikan karena memiliki masalah kesehatan. Kemudian pada 1884, ia beremigrasi ke AS dan menjadi anggota ketentaraan yang berdinas dalam Perang Sipil Amerika (1861-1865). Usai perang, ia bergabung menjadi wartawan pada sebuah koran harian berbahasa Jerman, Westliche Post sebagai awal karir jurnalistiknya.

Selain dikenal sebagai jurnalis pada masanya, Pulitzer juga merupakan seorang pengusaha media. Beberapa media pernah dibelinya, yang kemudian dirombak habis-habisan olehnya. Seperti pada 1872 saat Pulitzer membeli surat kabar Post seharga USD 3.000 dan menjualnya setahun kemudian dengan harga berlipat. Lalu pada 1879, ia membeli surat kabar St. Louis Dispatch dan St. Louis Post yang kemudian digabungkannya menjadi St. Louis Post-Dispatch, dan kemudian dirubah namanya lagi menjadi koran St. Louis saja.

Pada 1882, Pulitzer mengakuisisi surat kabar New York World. Awalnya surat kabar ini mengalami defisit sebesar 40 ribu USD. Pulitzer lantas merombak habis-habisan arah pemberitaan surat kabar tersebut dan mengisi halaman-halaman New York World dengan sajian-sajian berita human-interest, skandal, gosip dan berita-berita sensasional lainnya, yang belum pernah dilakukan oleh media massa lain pada saat itu. Setelah dikelolanya, surat kabar ini berhasil meraup keuntungan sebesar 346 ribu USD dalam setahun.

New York World mendapat pesaing baru pada 1895, yaitu surat kabar New York Journal yang dimiliki oleh William Randolph Hearst. Selama tiga tahun terjadi persaingan hebat diantara keduanya. Masing-masing menyajikan berita-berita murahan yang cenderung bombastis, sensasional serta kontroversial demi oplah. Persaingan inilah yang kemudian oleh kalangan pers Amerika disebut dengan istilah jurnalisme (koran) kuning.

Pulitzer adalah penghargaan paling bergengsi untuk insan pers Amerika yang setaraf dengan penghargaan Grammy maupun Oscar. Demi mendapatkannya, insan pers Amerika saling berlomba memberikan yang terbaik dalam proses pencarian maupun penyajian karya jurnalistiknya.

Meski demikian, Pulitzer juga kerap kali mengundang kontroversi. Seperti kesalahan dalam penganugerahan karya; entah karena karyanya termasuk palsu, sarat penipuan fakta ataupun menimbulkan perdebatan. Sebut saja skandal wartawan Wahington Post Janet Cooke yang menyabet Pulitzer pada 1981. Ceritanya yang berjudul Jimmy's World ternyata diakuinya sebagai cerita bohong. Washington Post pun lantas mengembalikan penghargaan tersebut.

Tahun 1994, jurnalis Kevin Carter meraih Pulitzer atas fotonya yang kontroversial. Awalnya ia berangkat ke Sudan pada 1993 untuk mengambil foto pemberontakan. Namun bencana kelaparan lebih menarik minatnya. Sampai ia kemudian mengabadikan momen seorang gadis kecil kurus kering yang didatangi burung bangkai. Burung itu seolah menunggu kematian perlahan sang gadis kecil.

Meski menang penghargaan Pulitzer, Kevin ternyata terkena tekanan jiwa. Dunia mengecamnya karena tidak menolong gadis kecil tersebut, melainkan mengabadikan momennya. Akhirnya ia bunuh diri akibat rasa bersalahnya. Dan keputusannya mengabadikan momen ini menjadi perdebatan seru dalam dunia jurnalistik, apakah mendahulukan profesi atau sisi kemanusiaan?

Pada 1997, Eileen McNamara dari Boston Globe, ternyata tak benar-benar menghadiri acara “Hari Penyesalan Dosa” yang berlangsung di Salem. Namun dalam kolomnya, McNamara menulis seakan-akan ia ada disana. Setelah penghargaan diberikan dan banyak pihak melakukan verifikasi fakta, ternyata McNamara tidak benar-benar ada disana.

Pada 1998, Peter Arnett dari CNN terbukti keliru ketika saat membuat liputan tentang penggunaan gas saraf oleh tentara Amerika di Vietnam. Arnett melaporkan bahwa tentara Amerika juga menggunakan gas itu terhadap mereka yang desersi. Namun laporannya terbukti tak akurat, hingga ia pun menerima sanksi disiplin.

Berbagai skandal Pulitzer ini menunjukkan bahwa memang tak ada hal yang sepenuhnya sempurna. Seperti yang ditulis bekas atasan Janet Cooke, yang seorang editor Washington Post Benjamin C. Bradley dalam otobiografinya, ”(Skandal Cooke) ini ibarat salib abadi yang harus terus dipikul oleh jurnalisme.”