Jumat, 03 September 2010

Anak Mesjid Melek SocMed

Pernah dengar istilah “Socmed”? Yup, benar banget, itu akronim buat social media. Istilah yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi: media sosial. Kalau menurut Wikipedia, media sosial adalah media dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, forum dalam dunia virtual.

Masih bingung? eL-Ka tanya, punya akun di Friendster, MySpace, Facebook atau Twitter gak Sob? Nah, itu dia yang namanya situs jejaring sosial, dan itu adalah bagian dari media sosial.

Terdapat banyak angka statistik yang menunjukkan penggunaan media sosial dan tingkat keefektifannya bagi bagi banyak orang di seluruh penjuru dunia. Seperti di Amerika, sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir Desember 2009 menyebutkan, sebanyak 234 juta orang usia 13 tahun dan lebih tua telah menggunakan mobile device; perangkat yang memudahkan orang untuk mengakses media sosial. Pada Desember 2009 juga, situs jejaring sosial Twitter ternyata telah memproses lebih dari satu milyar tweet. Yang jika dirata-ratakan, per harinya hampir 40 juta tweet yang diproses. Ckckck.

Sejarah

Sebenarnya nih Sob, istilah media sosial tidak terbilang baru juga. Orang-orang sudah menggunakan media digital ini untuk jaringan, pergaulan dan pengumpulan informasi selama 30 tahun lho.

Jadi, kemunculan media sosial ternyata bukan bermula oleh komputer, melainkan oleh telepon. Istilah online jaman dulu itu bukan seperti online pada jaman sekarang yang identik dengan Yahoo Messenger, Google Talk, chat di Facebook dan yang lainnya. Tetapi istilah online jaman dulu identik dengan telepon. Ini terjadi pada awal-awal kemunculan telepon pada medio 1950an.

Kemudian pada 16 Januari 1978, dua anggota Chicago Area Computer Hobbyist Exchange, Ward Christensen dan Randy Suess dalam dua minggu menciptakan jejaring sosial online pertama di dunia yang disebut Bulletin Board System (BBS). BBS pun kemudian dikembangkan dan dibuka untuk umum pada 1979. BBS pada saat itu sudah bisa digunakan untuk berdiskusi online menggunakan papan pesan, membangun komunitas, melakukan proses mengunduh file, bahkan game online. Tampilannya tentu saja tidak seperti situs-situs yang ada saat ini yang penuh warna. BBS tidak berwarna dan tidak memiliki gambar karena hanya menggunakan program MS-DOS 3.0.

Pada tahun 1980an, media sosial sifatnya masih underground. Ada memang perangkat-perangkat yang sah dipergunakan, namun ada pula perangkat-perangkat kembangan yang dikembangkan secara sembunyi-sembunyi. Bahkan software bajakan juga sudah bermunculan lho. Uniknya lagi, pada medio 1980an ini pun terjadi pernikahan pertama yang calon pengantinnya dipertemukan melalui chatting di dunia maya. Pasangan pengantin inipun ditampilkan dalam acara Phil Donahue. Jadi ingat film You’ve Got Mail!-nya Tom Hanks, he he he.

Internet memang eksis sejak akhir 1960an, tapi nih Sob, ternyata world wide web alias www baru bisa diakses publik tepatnya pada 6 Agustus 1991. Bahkan pada awal 1990an, aksesnya terbatas hanya untuk kalangan kampus, pemerintah, militer dan hacker tentunya. Sejak 1994-1995, internet service providers (ISPs) pun mulai dikembangkan di Amerika. Ini memberikan akses internet tak terbatas bagi para penggunanya. Saking tak terbatasnya, para pengguna internet bisa beropini sebebas-bebasnya di dunia maya. Maka untuk membatasinya, dibuatlah standar etika media sosial online pertama yang lazim disebut netiquette atau netiket.

Media sosial ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi. Sampai akhirnya SixDegrees, situs jejaring sosial pertama muncul pada 1997. Kemudian disusul dengan beberapa jejaring sosial yang fenomenal seperti Friendster (2002), MySpace (2004), Facebook (2004) dan Twitter (2006). Bahkan sekarang juga muncul jejaring sosial berbasis lokasi seperti Foursquare dan Koprol. Nah, sebagai angkatan 2000an, kamu pernah punya akun yang mana? Atau pernah mencoba semuanya?

Remaja Mesjid dan Media Sosial

Bulan Ramadhan kemarin, sambil menunggu buka puasa, Sob ngabuburit dimana? Pasti gak sedikit deh yang ngabuburit pake media sosial alias internetan. Kalau jaman dulu nih, yang addict sama internet pasti dibilang kutu buku, aneh bin kuper. Tapi kalau sekarang, yang gak bisa internetan malah dibilang gak gaul dan gak keren.

Yup, saat ini internet sudah menjadi life style. Maka gak heran kalau sekarang laptop dan netbook sudah bukan lagi barang langka. Bahkan smartphone, ipad dan sejenisnya saja saat ini mudah sekali untuk didapatkan dengan harga terjangkau. Karena kayaknya ada yang kurang tiap kali bepergian tapi gak bisa up date status dan lokasi. Iya kan?

Tapi nih Sob, media sosial gak melulu cuma buat pergaulan lho. Kalangan pebisnis banyak menggunakan media sosial untuk mengembangkan bisnis mereka. Media sosial bisa menjadi tempat promosi gratis bagi mereka yang juga menggeluti bisnis online.

Para politisi dan anggota dewan juga banyak menggunakan media sosial untuk melakukan personal branding atas diri mereka. Misalnya dengan mensosialisasikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan para konstituennya, atau mensosialisasikan kebijakan yang baru saja dibuatnya.

Bahkan ulama dan ustadz saja sudah banyak yang ikut bergabung di media sosial. Wuih, ustadz gaul dong. Weits, tunggu dulu! Para ustadz itu lagi dakwah kok. Mereka mensosialisasikan fatwa-fatwa melalui media sosial. Bahkan tidak sedikit yang mau melayani untuk menjawab konsultasi agama secara interaktif. Yup, para ustadz ini sedang merambah dunia Dakwah 2.0.

Lalu remaja kayak kita bisa gak sih memanfaatkan sisi-sisi lain dari media sosial? Bisa banget. Misalnya nih Sob, rohis atau organisasi remaja masjid kita punya usaha kecil-kecilan untuk menambah uang kas negara. Nah, media sosial bisa digunakan untuk membantu penjualannya. Siapa tahu, ada rekan kita di Papua yang kepincut sama barang dagangan kita dan order deh. Bahkan, bisa jadi lintas negara. Tapi ya kalau lintas negara, ongkir alias ongkos kirimnya juga mesti diperhatikan ya Sob, he he he.

Media sosial juga bisa dijadikan alat branding kita atau organisasi atau bahkan komunitas kita. Misalnya, Sob punya komunitas pecinta buku. Untuk menyalurkan hobi Sob itu, Sob bisa bergabung dengan salah satu (atau lebih) media sosial untuk berjejaring. Siapa tahu ada saudara kita di pelosok nusantara yang membutuhkan buku dan bisa Sob bantu.

Contoh lain media sosial sebagai alat branding, misalnya, saat ini isu terorisme stigmanya gak lepas dari orang Islam. Sebagai remaja muslim, masa rela sih Islam dicap sebagai agama teroris? Nah, untuk membantu membersihkan citra Islam, media sosial bisa disulap jadi sarana dakwah yang efektif. Kita bisa up load tulisan-tulisan keislaman yang inspiratif dan mencerahkan, bahkan kita bisa memberikan ajakan kepada kebaikan bagi teman-teman kita di jejaring sosial. Jadi, kalau dulu anak-anak mesjid (remaja mesjid atau rohis) dakwahnya cuma lewat buletin dan majalah dinding, sekarang harus sudah bermigrasi ke media sosial.

Saat ini, media sosial yang ada di dunia maya itu sudah menjadi tempat pertarungan ideologi. Kalau gak pintar-pintar memfilter, bisa tersesat juga. Pastinya kita gak mau kan kalau saudara kita ada yang tersesat akidahnya hanya karena keseringan bergaul di dunia maya? Untuk itu, sebagai anak mesjid, yuk kita sama-sama melek socmed! Agar bisa membawa pulang kawan-kawan yang terlanjur “tersesat” di dunia maya, kembali ke pelukan Islam. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar: