Rabu, 12 Mei 2010

Menyelamatkan Penyu Laut

Meski sudah ada UU nomor 27 mengenai konservasi laut, namun perburuan dan bisnis jual-beli penyu yang dilakukan masyarakat belumlah bisa seratus persen dihentikan.

Tradisi pelaut Bugis dan Timor mengenal tradisi berburu penyu. Memakan daging penyu juga menjadi kelaziman di beberapa tempat di pesisir Papua. Di Bali, nelayan setempat bahkan memiliki tradisi mengkonsumsi daging penyu hijau sebagai keperluan adat. Oleh masyarakat Bali penyu dianggap sebagai ulam suci (hewan suci) dan dijadikan sesaji. Tidak heran jika pada tahun 1970-an Bali menjadi pusat konsumsi penyu terbesar di dunia. (Pedoman Pengelolaan Konservasi Penyu dan Habitatnya, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelauatan dan Perikanan RI)


Untuk warga yang tinggal di pulau-pulau kecil. Telur penyu dan dagingnya bisa digunakan untuk menyambung hidup jika pasokan pangan habis. Sehingga perburuan penyu menjadi hal yang lazim. Tidak hanya untuk dikonsumsi tapi juga diperjual-belikan.

Dalam perburuan penyu, perburuan tidaklah dilakukan di habitat pakannya melainkan di habitat penelurannya. Biasanya, penyu betina-lah yang menjadi sasaran. Ketidakberdayaannya ketika bertelur di pantai membuatnya sangat mudah untuk ditangkap. Tidak hanya si betina dewasa yang di tangkap, telur-telurnya pun dijadikan sasaran juga.

Telurnya kaya gizi. Dagingnya juga dipercaya berkhasiat sebagai obat kecantikan. Kerapasnya yang cantik-cantik pun dijadikan souvenir. Bahkan tidak sedikit kolektor benda seni yang mengawetkan penyu laut dan dijadikan benda seni. Hal inilah yang kemudian membuat binatang berkategori langka ini berharga jual tinggi.

Dari delapan jenis penyu yang ada di dunia, wilayah perairan Indonesia dihuni oleh lima jenis diantaranya. Yaitu penyu Hijau (Chelonia mydas), penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu Pipih (Natator depressus).

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Konservasi Penyu dan Habitatnya yang dikeluarkan oleh Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelauatan dan Perikanan RI, menyebutkan bahwa populasi penyu di Indonesia menurun drastis selama dua dekade terakhir. Angka penurunan populasi ini bisa mencapai 80 persen dibandingkan dengan jumlah populasi pada 15 tahun sebelumnya. Hal ini seperti terlihat di lokasi peneluran utama di Aru Tenggara, Kalimantan Timur, Laut Jawa dan tempat-tempat lainnya.

Ada tiga hal yang menyebabkan penyu mengalami penurunan jumlah spesiesnya. Pertama, pengambilan masif penyu dewasa untuk diperdagangkan. Kedua, banyaknya komunitas masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari sumber daya laut sebagai sumber pendapatan mereka. Sehingga secara tak sadar, instrumen yang digunakan para nelayan telah membunuh banyak penyu. Contohnya saja jaring Trawling. Ketiga, kurangnya sumber daya dan kapasitas untuk mengatur populasi penyu.

Saat ini, seluruh jenis penyu sudah tercantum dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) sehingga tidak dapat diperdagangkan. Indonesia, sebagai salah satu penanda tangan konvensi ini juga ikut memunculkan ”fatwa” untuk mengkonservasi binatang yang sudah ada sejak jaman Jura (145 - 208 juta tahun yang lalu) ini.

Pulau Kerabak Ketek
Meski sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang melindungi semua jenis penyu, perburuan penyu masih terus berlanjut. Untuk mencegah kepunahannya, banyak daerah mendirikan tempat konservasi di wilayah-wilayah tempat bertelur penyu.

Seperti yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yang menjadikan Pulau Kerabak Ketek sebagai tempat konservasi penyu sejak 2005. Meski demikian, program konservasi penyu di Pesisir Selatan ini sudah ada sejak 2003 dan dipusatkan di pulau Penyu yang jauhnya 213 mil dari pulau Kerabak Ketek.

Namun lama-kelamaan pulau Penyu dianggap kurang layak karena terlalu ramai dikunjungi masyarakat umum. ”Itu bisa mengganggu penyu yang akan bertelur,” ujar Kasi Pengawasan Perairan dan Biota Laut DKP Kabupaten Pesisir Selatan, Firdaus.

Di Sumatera Barat terdapat sebanyak 32 lokasi pendaratan penyu yang tersebar di Kabupaten Pasaman, Pesisir Selatan, Padang Pariaman dan Kota Padang. Namun dari sekian banyaknya lokasi pendaratan penyu, yang terbesar terdapat di kabupaten Pesisir Selatan. Yaitu Pulau Penyu, Pulau Beringin, Pulau Kerabak Gadang, Pulau Karabak Kecil, Pulau Katang-Katang serta Pulau Gosong.

Ketika pulau Kerabak Ketek diresmikan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Pemda Pesisir Selatan mengosongkan pulau yang luasnya tidak mencapai 1 hektar ini. Di tempat ini, penyu yang ditangkarkan bisa mencapai 5000 ekor per tahun. “Targetnya 2009 penetasan 6.000 ekor tukik atau baby penyu,” katanya.

Pulau Kerabak Ketek ditempuh selama satu jam perjalanan memecah ombak menggunakan speed boat. Pulau ini sengaja dikelola bukan untuk tempat wisata melainkan sebagai tempat penelitian dan konservasi penyu dan dibiayai APBD ini. “Kita sudah tetapkan ini sebagai tempat konservasi. Kita tidak memperbolehkan masyarakat umum untuk masuk daerah sini,” tegas Firdaus. Kerabak Ketek berjarak sekitar 14 mil atau 30 kilometer ditempuh dari Pelabuhan Penasahan di Painan Selatan, Sumatra Barat.

Sesampainya Sabili dan rombongan DKP di pulau ini, tanda-tanda kehidupan tidak nampak disana. Pulau mungil yang hanya dihuni tiga orang pekerja itu memiliki dermaga yang sudah rusak akibat diterjang gelombang pasang, sebuah menara pandang dan bangunan-bangunan yang selain digunakan untuk tempat aktivitas konservasi juga digunakan untuk tempat singgah para nelayan. ”Kita membangun pondok informasi. Selain itu kita juga membangun WC dan rumah-rumah singgah nelayan,” papar Firdaus.

Dalam penangkaran, nampak empat penyu dewasa berjenis penyu hijau dan penyu sisik yang berenang-renang di kolam penangkaran dan sedang diberi makan ikan-ikan kecil. Keempat penyu ini tidak dilepas lagi ke habitatnya karena khawatir tidak mampu lagi bertahan. Selain itu, terdapat puluhan tukik yang baru menetas pada hari ketika Sabili datang.

Pulau Kerabak Ketek dikelilingi karang, sehingga menyulitkan penyu untuk mendarat. Namun bukan masalah bagi penyu Australia yang pernah mendarat di pulau ini. ”Beberapa waktu lalu ada penyu Australia mendarat disini. Ketahuan dari Australia karena ada tandanya. Kebanyakan tempat konservasi di Australia memberikan tanda tahun berapa mereka menetas dan tahun berapa mereka dilepas. Ada tanggalnya disayap penyu yang naik disini,” jelas Firdaus.

Di Pulau Kerabak Ketek terdapat tiga jenis penyu yang mendarat dan bertelur. Yaitu penyu sisik, penyu hijau dan penyu tempayan. “Tapi yang sering naik kesini itu penyu sisik dan penyu hijau. Penyu rantau atau penyu tempayan jarang naik. Tergantung musim juga,” jelas Agus, salah satu penjaga pulau Kerabak ketek.

Agus juga menjelaskan, penyu-penyu biasanya mendarat pada sore menjelang malam. Kemudian mereka membuat lubang di pasir untuk menetaskan telur-telurnya. Selesai bertelur, betina dewasa menutup lubang tadi dan berenang kembali ke habitatnya. Telur-telur penyu pun dipindahkannya ke tempat yang lebih aman. Agus menggali lubang-lubang sedalam 30 sentimeter yang masing-masing dikelilingi pengaman agar telur tidak dimakan binatang. “Ketika sudah menetas, tukik dipindahkan ke dalam kolam-kolam penangkaran untuk dipelihara sampai berumur tiga bulan. Saat sudah berumur tiga bulan, tukik pun di lepas ke laut,” jelas Agus.

Meski sudah ada UU nomor 27 mengenai konservasi laut, namun perburuan dan bisnis jual beli penyu yang dilakukan masyarakat belumlah bisa seratus persen dihentikan. Pemerintah daerah masih memberikan toleransi kepada masyarakat yang melakukan proses jual-beli penyu. ”Sebenarnya tidak boleh dijual, namun pemerintah masih memberi toleransi. Sejauh ini belum ada yang kena sanksi,” ujar Firdaus.

Namun demikian, pemerintah ikut bertanggung jawab dengan memberikan seruan penyelamatan terhadap hewan langka ini. Pemerintah memberikan seruan kepada masyarakat untuk menetaskan dan melepaskan penyu-penyu ke laut. Kini tinggal bagaimana kita. Mau ikut serta dalam aksi penyelamatan, atau duduk diam sambil menikmati kecantikan penyu laut yang dikeraskan dan dipajang sebagai hiasan?

Tidak ada komentar: