Rabu, 12 Mei 2010

Menyiapkan Emas Biru

Air bersih di dunia semakin langka. Usaha besar harus dilakukan, jika tidak, air akan menjadi alasan utama perang di masa depan.

Sekitar pertengahan 2005, sebuah tempat bermain di sebuah taman di Kota New York seharusnya dapat memberikan anak-anak kenyamanan dan kesehatan. Namun bukan kenyamanan dan kesehatan yang diberikan oleh taman itu, pancuran yang menyediakan air minum di taman itu telah menumbangkan 1800 orang. Mereka menderita sakit pencernaan selama lebih dari tiga pekan. Dan setelah diteliti, air minum yang berada di taman kota Geneva’s Seneca Lake terkontaminasi cryptosporidiosis, bakteri penyebab diare.

Kisah satu taman di sudut kota New York di atas hanya satu bagian kecil dari problem air bersih di seluruh penjuru dunia, terutama Asia dan Afrika. Mengacu kepada World Health Organization (WHO), lebih dari 1,1 miliar orang di dunia tidak memiliki akses untuk minum air bersih. Karena suplai air yang tidak aman dikonsumsi, diperkirakan hampir 1 juta orang mati setiap tahun karena air minum. Sebuah persentasi yang besar mengingat kebanyakan mereka yang mati adalah anak-anak. Beberapa laporan mengindikasikan air yang tidak bersih hampir membunuh sekitar 3.900 anak-anak setiap harinya.

Mantan Sekjen PBB Kofi Annan pernah memberikan keterangan, “Kita tidak mungkin akhirnya memerangi AIDS, TBC, malaria atau penyakit menular lainnya yang menjangkiti negara berkembang sampai kita juga memenangkan pertarungan untuk air minum yang aman.” Ini menunjukkan betapa pentingnya kebutuhan akan air bersih.

PBB telah mengembangkan capaian-capaian yang terkenal dengan The Millenium Development Goals (MDG) – bertujuan memperbaiki kualitas hidup manusia di seluruh dunia sampai 2015. Bagian besar dari tujuan-tujuan ini adalah untuk memperbaiki akses untuk mendapatkan air bersih. Banyak orang di seluruh dunia yang membantu – baik personal maupun kelompok – untuk mewujudkan tujuan-tujuan MDG menjadi nyata. Salah satunya adalah organisasi Vestergaard Frandsen Group.

Vestergaard Frandsen Group menciptakan apa yang disebut dengan Lifestraw. Lifestraw adalah sebuah alat pemurni air yang di desain untuk mengubah segala jenis air menjadi air layak minum. Alat ini terbukti efektif melawan kuman penyakit air seperti typhus, kolera, disentri dan diare.

Lifestraw ini panjangnya 25 cm dengan lebar diameter 29 mm. Alat ini terbuat dari pipa plastik high impact polystyrene dan berharga hanya sekitar 2 dolar saja. Tidak memerlukan pelatihan khusus jika ingin menggunakannya. Cukup kita meletakkan alat ini di air yang akan diminum, lalu mulai menyedot air tersebut.

Ide dasarnya diciptakan sekitar 13 tahun lalu oleh Danish, seorang inovator dari Torben Vestergaard Frandsen. Setelah bertahun-tahun dalam kerja sama dengan The Carter Center, Rob Fleuren dari Belanda dan Moshe Frommer dari Israel, Lifestraw pun muncul sebagai penyaring air yang mampu menghindarkan air minum dari bakteri dan penyakit. Sejak pembuatannya, alat ini sudah diujikan di negara dunia ketiga seperti Ghana, Nigeria, Pakistan, Uganda.

Alat ini terdiri dari empat bagian. Pertama adalah sebuah saringan yang lubang-lubangnya sehalus rambut. Dari sini air dipisahkan dari kotoran dan endapan. Kemudian, air melewati saringan polyester. Lubang-lubang dalam saringan ini jauh lebih kecil dari saringan sebelumnya, yaitu sebesar 15 micrometer. Dari saringan polyester ini disisihkanlah bakteri-bakteri yang dikandung di dalam air tadi.

Lalu air bergerak ke dalam bagian yang dipenuhi butiran-butiran yang mengandung yodium. Yodium akan membunuh parasit dan 99,3 persen bakteri dan virus. Akhirnya, air akan melewati saringan terakhir yang berisi butiran-butiran karbon aktif. Karbon-karbon tersebut bukan hanya memperbaiki rasa dan bau dari air, karbon-karbon tersebut juga menyaring parasit-parasit yang masih tersisa.

Direktur Public Health Water-Bourne Disease Control – Alan Mortensen – yang memproduksi Lifestraw mengatakan, jika menggunakan sedotan Lifestraw bisa dipastikan untuk meminum air dari Sungai Thames di London yang terkenal buruk karena polusinya. “Anda mungkin masih akan merasakan rasa ganggang, tapi tidak ada masalah. Anda akan mendapatkan air minum bebas bakteri,” ujarnya.

Meski terbukti efektif menyaring bakteri-bakteri kolera, disentri, dan diare, serta mampu mengadakan air bersih yang layak minum, alat ini ternyata tidak efektif untuk membunuh Giardia lamblia, sebuah organisme yang dua-duanya resisten terhadap zat yodium dan ukurannya lebih kecil dari pada lima micrometer. Selain itu, Lifestraw juga bisa mengakibatkan peningkatan zat yodium melebihi normal di dalam air minum. Namun hal ini bisa di imbangi dengan masalah kekurangan yodium yang terjadi di dunia ketiga.

Jakarta dan Air Bersih
Jika benar data WHO sekitar 1 juta orang mati setiap tahun karena kekurangan air bersih, mungkin beberapa persen diantaranya berasal dari Indonesia. Hal ini berangkat dari fakta bahwa di Indonesia juga banyak ditemui pemandangan seperti halnya di negara-negara dunia ketiga yang melakukan kegiatan mandi, cuci, kakus di kali yang jelas-jelas terkontaminasi polutan. Di Jakarta, pemandangan ini kerap terjadi di bantaran kali-kalinya.

"Bagaimana kita berharap mereka yang tinggal di bantaran kali dapat hidup sehat kalau melihat kondisi kali sekarang. Mereka juga tidak mendapat akses air bersih," ujar Bambang Wispriyanto, pengajar di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).

Ketidakseimbangan alam ternyata juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan air bersih langka di Jakarta. Pada 1995, Jakarta mengalami kemarau panjang. Lalu pada awal 1996, tiba-tiba Jakarta dikejutkan dengan banjir besar. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan cadangan air bersih ini membuat Ismael Serageldin, mantan wakil presiden Bank Dunia mengatakan, jika saat ini perang dunia banyak diakibatkan oleh si emas hitam (minyak bumi), maka perang masa datang akan dipicu oleh emas biru alias air.

Program pembuatan sumur resapan yang diprakarsai Gubernur Sutiyoso awalnya diatur oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 17 Tahun 1992. Namun, karena banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya hampir tiap tahun terjadi, pada awal tahun 1996 SK itu diubah menjadi peraturan daerah (perda) dengan nomor tetap, yakni Perda No 17/1996. Isinya, kewajiban bagi semua warga membuat sumur resapan.

Setelah dimuat di dalam perda, kewajiban membuat sumur resapan adalah suatu keharusan bagi semua warga DKI ketika membangun rumah atau bangunan lain. Itu juga menjadi kewajiban pemerintah setempat ketika membangun kantor-kantor dan bangunan lain. Data Pemprov DKI Jakarta mencatat saat ini sumur resapan yang sudah dibangun baru mencapai 37.840 titik atau sekitar 16,71 persen dari total kebutuhan 226.466 titik.

Sumur resapan sendiri adalah sumur gali yang berfungsi menampung, meresapkan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan dan juga atap rumah. Dengan begitu air hujan lebih banyak terserap ke dalam tanah dan air permukaan yang mengalir pun menjadi berkurang.

Prof Dr Sudarmadji MEng, Kepala Bapedalda DIY yang juga pakar sumur resapan pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, menjelaskan, sumur resapan sangat efektif untuk meningkatkan serapan air tanah. Sumur resapan berfungsi sebagai pengganti lahan terbuka di daerah tangkapan air yang telah dikonversi menjadi perumahan.

Lalu bagaimana membuat sumur resapan yang sederhana? Ukuran minimum diameter sumur resapan adalah 0,8 meter, maksimum 1,4 meter. Ukuran pipa masuk 110 mm. Ukuran pipa pelimpah 110 mm. Ukuran kedalaman (1,5 s.d. 3 m). Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dengan campuran spesi 1: 4 dibuat berlubang-lubang tanpa diplester.

Rongga sumur resapan diisi batu kosong 20/20 setebal 40 cm. Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm, dengan campuran 1 semen, 2 pasir dan 3 kerikil. Kaveling tanah matang yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo melanjutkan program sumur resapan ini dengan mencanangkan Gerakan Peduli Sumur Resapan yang diprakarsai Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta. Namun, peraturan yang baik, jika tidak dibarengi dengan proses kontrol yang baik, maka tidak akan pernah menghasilkan apa-apa. Sedangkan, pencanangan gerakan ini sangat penting dalam upaya menjaga kelestarian cadangan air tanah, serta menjamin ketersediaan air bersih bagi warga Jakarta.

Gerakan ini seharusnya tak hanya dilakukan di kota besar seperti Jakarta, tapi juga di seluruh kota di Indonesia. Sebab, air bersih setiap hari semakin langka. Dan jika kita mulai menghemat dari sekarang, 10 atau 20 tahun lagi, anak cucu kita akan berperang demi air untuk kebutuhan hidupnya. Semoga tidak pernah terjadi.

Tidak ada komentar: