Selasa, 11 Mei 2010

Rekayasa Fakta ala Shattered Glass

Oleh Diyah Kusumawardhani

Shattered Glass (2003) adalah film drama Amerika yang ditulis dan disutradarai oleh Billy Ray. Film yang berdasarkan kisah nyata pada medio 1990-an ini menceritakan seorang jurnalis muda bernama Stephen Glass (Hayden Cristensen) yang berkiprah di majalah The New Republic (TNR), yang didirikan Walter Lippmann dan Herbert Croly. Majalah yang terbit perdana pada 7 November 1914 ini memang tidak setenar New York Times dan Washington Post, namun majalah ini termasuk bacaan wajib yang harus ada di pesawat kepresidenan, Air-Force One.

Gaya bertutur Glass, seperti yang dulu dilakukan oleh Tom Wolfe dalam tulisan-tulisannya, membuat ia menjadi bintang di TNR. Ia dikontrak pula oleh beberapa majalah terkenal seperti Rolling Stone, Harper's, George, dan The New York Times Magazine, diusianya yang masih 25 tahun.

Hingga suatu hari, Glass membuat artikel yang berjudul “Hack Heaven” yang menggemparkan Amerika dan membuat popularitasnya makin melejit. Artikel ini memberitakan tentang pertemuan para hacker internasional. Dalam artikel itu Glass menulis tentang seorang hacker yang direkrut oleh seorang pengusaha untuk melakukan manipulasi.

Popularitas Glass tidak berlangsung lama. Editor media internet Forbes Digital Tool, Kambiz Foroobar yang merasa tersaingi dengan keberhasilan New Republic, memerintahkan wartawannya Adam Penenberg untuk membedah artikel Glass tersebut. Kecurigaan muncul saat Adam membaca kalimat demi kalimat artikel Glass. Adam melakukan verifikasi data dan fakta dalam artikel tersebut. Dari hasil pemeriksaannya, Adam menemukan beberapa fakta bahwa isi dari artikel ini adalah manipulasi dan rekayasa Glass.

Glass bertahan dan menyatakan artikel itu bukan hasil rekayasa. Dibantu oleh saudaranya yang juga pandai memanipulasi, Glass menciptakan kebingungan pada Adam dan Kambiz perihal kebenaran terkait tulisan tersebut. Hingga akhirnya, editor TNR Charles Chuck Lane mengambil inisiatif untuk memeriksa kebenaran isi artikel. Chuck mengajak Glass mengunjungi tempat-tempat pertemuan hacker yang disebutkan dalam artikelnya. Melalui verifikasi, sedikit demi sedikit kebusukan Glass mulai tercium, sampai akhirnya Glass mengakui bahwa ia telah ditipu oleh sumber-sumber sendiri. Chuck pun akhirnya men-skors Stephen Glass selama 2 tahun.

Masalah belum selesai, karena Chuck kemudian menemukan satu set fakta bahwa Glass telah melakukan rekayasa penuh dalam artikel-artikelnya. Chuck akhirnya memecat Glass, setelah dilakukan penyelidikan yang menunjukkan bahwa dari 45 artikel Glass yang diterbitkan TNR, 27 artikel yang ditulisnya fiktif.

Beberapa waktu lalu TVOne terkena ujian yang mirip seperti The New Republic dalam Shattered Glass. Saat salah satu presenternya yang juga seorang produser program, Indy Rahmawati, dilaporkan Mabes Polri ke Dewan Pers terkait penggunaan narasumber yang terindikasi palsu. Adalah Roni alias Andris Ronaldi pada tayangan Apa Kabar Indonesia Pagi 18 Maret 2010 menjadi narasumber Indy yang mengaku sebagai markus di Polri.

Namun ketika akhirnya ditangkap pada 7 April 2010 lalu dan dinyatakan sebagai tersangka, Andris lantas mengelak kalau dirinya seorang markus. Ia bahkan mengaku telah dibayar sang presenter sebesar 1,5 juta rupiah untuk menjadi markus. Menurut laki-laki yang menjadi tenaga out source media, sebelumnya ia diminta menjadi narasumber Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Namun ditengah jalan berubah haluan diminta menjadi narasumber markus.

Pihak TVOne sendiri mengelak telah melakukan rekayasa dalam tayangannya. Bahkan, pihaknya meragukan kebenaran apakah orang yang ditangkap kepolisian tersebut adalah sang markus yang pada tayangannya menggunakan penutup wajah.

Terlepas dari polemik tersebut, melakukan rekayasa fakta pada penulisan atau pembuatan tayangan berita adalah hal yang tidak dibenarkan dalam jurnalistik. Bahkan penggunaan narasumber pun dalam kode etik jurnalistik diminta untuk memilih sumber berita yang kredibel. Yang artinya, bukan sembarangan orang digunakan untuk menjadi narasumber hanya demi mengejar oplagh ataupun menaikkan rating.

Namun disatu sisi, wartawan Indonesia demi menghargai dan melindungi sumber berita yang tidak ingin disebutkan namanya, berhak tidak menyebutkan identitas sang sumber berita. Seperti bunyi Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 1 yang menyebutkan, “Karena profesinya, wartawan memiliki hak tolak untuk mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.” Dan jika ini dilakukan, maka seperti bunyi Kode Etik Jurnalistik PWI bahwa segala tanggung jawab berada pada wartawan yang bersangkutan. Yang artinya, dalam kasus TVOne di atas, penanggung jawab siaran bisa menerima konsekuensi masuk penjara jika Dewan Pers benar menemukan fakta-fakta bahwa tayangan bermasalah itu adalah rekayasa.

Minimnya fakta terkait polemik ini pada akhirnya belum bisa menggiring ke arah mana yang benar dan mana yang salah, dan hasil penyelidikan Dewan Pers sangat berpengaruh terhadap penentuan benar-salahnya. Benarkah TVOne telah melakukan rekayasa fakta seperti yang dilakukan Stephen Glass untuk menaikkan popularitas The New Republic, ataukah drama penangkapan Andris ini hanya rekayasa kepolisian karena satuannya diobok-obok oleh media massa terkait kasus korupsi?

Tidak ada komentar: