Rabu, 21 Juli 2010

Gaya Berpakaian dan Sunnah Rasul

Hasan al Banna kecil masih duduk di bangku sekolah mu’alimin. Namun secara sadar Hasan al Banna memilih cara berpakaian yang tidak lazim untuk anak seumurannya. Ia mengenakan baju panjang jubah, bersurban putih dan hanya memakai sandal seperti sandal yang dipakai orang-orang saat berhaji dalam balutan ihram. Dengan bangga ia mengatakan, hendak mengikut sunnah, ingin seperti nabi.

Suatu pagi, ada seorang penilik sekolah yang juga kepala bidang pengajaran, hadir di kantor kepala sekolah. Melihat Hasan al Banna masuk ruangan, ia menatap Hasan al Banna dari ujung kepala sampai ke kaki, lalu naik lagi dari kaki sampai ke surban Hasan al Banna yang putih.

Lalu, ia bertanya, mengapa Hasan al Banna berpakaian seperti itu. Dengan yakin, Hasan al Banna menjawab bahwa dirinya ingin mengamalkan sunnah cara berpakaian seperti nabi. Tetapi, jawaban itu justru melahirkan debat dari keduanya.

Penilik Sekolah: “Apakah kamu sudah mengamalkan semua sunnah nabi sehingga tidak ada lagi amalan sunnah yang tersisa kecuali cara berpakaian seperti ini?”

Hasan al Banna: “Belum, bahkan saya adalah orang sangat miskin dalam personalan amalan sunnah. Tapi pak, apa yang bisa saya kerjakan, maka akan saya kerjakan.”

Hasan al Banna dituduh, dengan cara berpakaian seperti ini, berarti ia telah melanggar aturan sekolah. Ia pun menolak dirinya disebut telah melanggar peraturan sekolah.

Hasan al Banna: “Mengapa, pak? Peraturan sekolah menyangkut masalah ketekunan dan kedisiplinan. Saya belum pernah absen dan belum pernah menyimpang dari peraturan sekolah.”

Sang guru tetap kukuh dengan pandangannya dan tak bisa menerima cara berpakaian Hasan al Banna. Ia mengatakan, jika departemen pendidikan mengetahui cara berpakaian Hasan al Banna, niscaya departemen pendidikan tidak akan mengangkatnya menjadi guru karena murid-murid akan merasa aneh dengan cara berpakaian gurunya. Hasan al Banna pun menjawabnya dengan tegas.

Hasan al Banna: “Itu urusan nanti, toh waktunya belum tiba. Ketika waktunya nanti tiba, direktorat mempunyai kebebasan, saya juga mempunyai kebebasan. Dan rezeki bukan di tangan direktorat pendidikan, tapi di tangan Allah.”

Akhirnya kepala sekolah pun turun tangan mendamaikan situasi pagi yang memberikan kemenangan pada Hasan al Banna. Cara berpakaian seperti itu, terus digunakannya sampai menjelang ia lulus dari Universitas Darul Ulum di Kairo, Mesir.

Tidak ada komentar: