Rabu, 21 Juli 2010

Mendidik Dengan Cinta

Dalam membentuk karakter seorang anak, keluarga adalah lingkungan pertama tempat anak belajar. Namun, dalam mendidik sang anak, bukan hanya ibu saja yang memegang peranan. Suami atau bapak juga memegang peranan penting dalam menentukan dan membentuk kepribadian sang anak.

Seperti halnya Hasan al Banna yang selalu concern dengan perkembangan anak-anaknya. Ia selalu memiliki perencanaan yang baik mengenai masing-masing anak-anaknya. Karena baginya, anak adalah investasi besar untuk dakwah. Bahkan Hasan al Banna memiliki rekaman perkembangan anak-anaknya dalam bentuk file-file yang disimpan di dalam sebuah map. Masing-masing map dituliskan nama anak-anaknya. Isi map itu antara lain mengenai masalah kesehatan dan masalah kemajuan atau kemunduran penguasaan pelajaran di sekolah.

Ahmad Saiful Islam, anak kedua Hasan al Banna, sempat mengingat beberapa isi dari map tersebut. Diantaranya, tanggal dan sejarah kelahiran, nomor kelahiran, jadwal pemberian obat dan makanan,

Setiap anak-anak Hasan al Banna disediakan catatan masing-masing, Hasan al Banna juga mengumpulkan seluruh surat keterangan atau resep dokter yang memeriksa anak-anaknya. Jika mereka terkena penyakit yang sama, biasanya Hasan al Banna mengajukan kepada dokter yang mengobatinya rincian resep yang telah diberikan lengkap dengan tanggal pemberiannya.

Di dalam map juga tersimpan dengan rapi semua ijazah dan rapor anak-anak. Ia meletakkan di bagian paling pertama, dengan beberapa catatan yang ditulisnya sendiri. Misalnya, ia menulis seperti: Saif perlu peningkatan dalam hal ini dan ini. Wafa perlu dibantu dalam materi pelajaran ini.

Hasan al Banna adalah pemimpin rumah tangga ideal yang tidak melalaikan hak-hak keluarga. Di dalam awal makalah yang ditulisnya “Dakwah adalah Kewajiban”, dan makalah keduanya bertajuk “Kepada Siapa Dakwah ini Diserukan?” ditegaskan bahwa keluarga adalah nomor satu dalam kategori objek dakwah yang harus diperhatikan. Hasan al Banna melandaskan hal itu pada firman Allah swt wa andzir asyiiratakal aqrabiin. Yang artinya, dan berilah peringatan pada keluarga kalian yang dekat.

Ia sangat mencintai keluarganya. Itu juga yang membuatnya tidak malu untuk melakukan hal-hal yang remeh temeh demi membahagiakan anak-anaknya. Seperti yang diungkapkan Roja’ anak keempatnya. Roja’ mengaku sering lupa membawa bekal ketika pergi sekolah ke taman kanak-kanak. Atau terkadang, makanan yang dibawa Roja’ sering diambil oleh teman-temannya di sekolah. Mengetahui hal ini, Hasan al Banna lantas selalu berusaha untuk membawakan makan pagi itu setiap hari ke sekolah.

Apa efek yang ditimbulkan dari sikapnya? Anak-anaknya menjadi menurut tanpa harus diperintah. “Ayah sangat lembut perasaannya. Beliau sangat memelihara perasaan anak-anak dengan begitu hati-hati. Beliau mempunyai kemampuan yang menjadikan kami menurut tanpa memerlukan perintah untuk mentaatinya. Kami menganggap beliau mempunyai wibawa demikian besar yang menjadikan kami senang mengikuti keinginananya dan tidak mau melawannya,” kisah Ahmad Saiful Islam.

Hasan al Banna juga senantiasa menemani anak-anaknya bermain. Namun ia tidak melepaskan anak-anaknya begitu saja ketika bermain. Anak-anaknya tidak lepas pengawasan darinya.

Ayah yang sukses adalah yang selalu menghapus air mata anaknya dan mengusir kesedihan dalam hati anaknya. Hasan al Banna selalu berupaya menyenangkan hati anak-anaknya. Ketika mereka gelisah, ia selalu berusaha menenangkannya. Lalu berusaha menyisipkan kebahagian di dalam diri mereka. Bahkan Hasan al Banna terjun langsung dalam hal memberikan pencerahan pikiran bagi anak-anaknya.

Dalam mendidik anak, reward and punishment juga diterapkan oleh Hasan al Banna. Namun proses pemberian hukuman yang diberikan bukan lantara Hasan al Banna dendam atau benci kepada anak-anaknya, melainkan karena cinta. Proses pemberian hukuman memiliki rumus sendiri dalam penerapannya. Karena biasanya, hukuman yang diberikan adalah sekedar untuk mengenalkan dan menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya, dengan menjadikannya jera untuk mengulanginya.

Seperti Ahmad Saiful Islam yang dijewer telinganya karena melakukan kesalahan atau di pukul kakinya menggunakan penggaris karena tidak menggunakan alas kaki ketika pergi bermain. “Terus terang aku sebenarnya ingin tertawa, karena pukulannya pelan sekali sampai aku tidak merasakannya. Ayah hanya ingin membuat aku mengerti bahwa aku telah melakukan kesalahan,” kisah Ahmad Saiful Islam.

Hasan al Banna juga sangat memperhatikan pendidikan anak-anak perempuannya, agar mereka bisa menjalankan perannya untuk kebangkitan kaum perempuan. Ia sangat yakin denga pentingnya mengajarkan kaum perempuan yang sesuai dengan keperempuanannya. Terbukti, anak-anak perempuan Hasan al Banna rata-rata berhasil di bidangnya. Wafa, anak pertamanya adalah dosen di lulusan Fakultas Pendidikan Kewanitaan. Tsana, putri keduanya (adik Ahmad Saiful Islam) menjadi dosen ilmu tata boga di Universitas Kerajaan Arab Saudi. Halah, putri kelimanya menjadi dosen kedokteran anak di Universitas al Azhar. Dan Istisyhad, putri bungsu Hasan al Banna, menjadi dosen ekonomi Islam.

Tidak ada komentar: