Rabu, 21 Juli 2010

Selamat Jalan Syuhada

Geliat Ikhwanul Muslimin yang mulai aktif berpolitik menentang sistem kerajaan Mesir yang sedang dijajah Inggeris membuat gelisah Raja Faruq. Raja Mesir itupun kemudian bersekongkol dan mengadakan kesepakatan dengan Israel, Inggris, dan Amerika yang juga takut dengan geliat Ikhwanul Muslimin tersebut. Akhirnya Raja Faruq menarik sebagian dari 10.000 sukarelawan Ikhwanul Muslimin dalam perang melawan Israel dan mulai menangkapinya.

Namun Hasan al Banna sendiri tidak ditangkap. Hal ini dilakukan Raja Faruk agar memudahkan usaha pembunuhan terhadapnya. Maka Mahmud Abdul Majid salah seorang perwira Raja Faruq mengutus lima orang untuk membunuh Hasan al Banna. Persis di depan pusat pusat pemuda Ikhwanul Muslimin pada 12 Februari 1949 M/ 1368 H, Hasan al Banna ditembak. Ia terluka parah. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan. Tetapi pihak pemerintah mengeluarkan perintah keras agar pihak rumah sakit membiarkan Hasan al Banna mengucurkan darah sampai mati. Sebuah konspirasi yang kejam!

Akhirnya Hasan al Banna menghembuskan nafas terakhirnya. Kemudian datang empat orang wanita untuk membawa jenazah Hasan al Banna pulang. Mereka datang bersama ayah kandung Hasan al Banna, Syeikh Abdurrahman al Banna yang sudah tertatih-tatih kerana usianya yang renta.

Sementara itu listrik sengaja dipadamkan di wilayah tersebut. Keempat orang perempuan itu membawa jenazah Hasan al Banna – yang ketika wafat masih berusia 43 tahun – dalam suasana yang sangat mencekam, karena berada di depan barisan tank.

Kuburannya juga dijaga ketat oleh tentara karena dikhawatirkan anggota Ikhwan akan mengeluarkan jenazahnya untuk kemudian memprotes dan menuntut pemerintah, serta menjadikan jenazah tersebut sebagai barang bukti.

Setelah Hasan al Banna meninggal, Raja Faruq pun merasa tenang karena Hasan al Banna telah tiada. Bahkan dikabarkan jutaan rakyat Amerika berkumpul di jalan-jalan dan berpesta merayakannya kematian Hasan al Banna.

Masa-masa sepeninggal Hasan Al-Banna, adalah masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di Mesir. Banyak murid-murid beliau yang disiksa, dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati. Terutama ketika Mesir di perintah oleh Gamal Abdul Naser, seorang diktator yang condong ke Sovyet.

Banyak pula murid beliau yang terpaksa mengungsi ke luar negeri, bahkan ke Eropa. Pengungsian bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun adalah bumi Allah, di mana pun adalah lahan dakwah. Para pengamat mensinyalir, dakwah Islam di Barat tidaklah terlepas dari jerih payah mereka.

Demikianlah siksaan, tekanan, pembunuhan tidak akan memadamkan cahaya Allah. Bahkan semuanya seakan-akan menjadi penyubur dakwah itu sendiri, sehingga dakwah Islam makin tersebar luas.

Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS. Ash-Shaff: 8).

Tidak ada komentar: