Rabu, 21 Juli 2010

Perpustakaan Warisan

Ketika Hasan al Banna meninggal, Ahmad Saiful Islam masih berusia 14 tahun, dua bulan, dua puluh hari. Jadi wajar saja kalau dia masih belum begitu mengenal ayahnya. Namun atas bantuan sang kakek, Syekh Abdurrahman al Banna al Sa’ati, Ahmad Saiful Islam bisa mengenal sang ayah jauh sampai ke dalam pemikirannya melalui perpustakaan yang dimiliki sang ayah. Sehingga tepat kalau ada ungkapan yang berbunyi: “Jika engkau ingin mengenal seseorang, kenalilah dari buku-buku perpustakaannya.”

“Kakek menyatakan keinginannya agar aku memanfaatkan semaksimal mungkin perpustakaan peninggalan ayah. Bagaimana kakek juga mengarahkan aku untuk belajar ilmu syariat Islam. Dan itu pula yang mendorong aku hingga aku melanjutkan pendalaman ilmu syariah di Fakultas Darul Ulum. Jadi, memang perpustakaan yang ditinggalkan ayah sangat mempengaruhi perkembangan pikiran dan jiwaku, termasuk juga memberi kedalaman pengenalanku lebih jauh kepada ayah,” tutur Ahmad Saiful Islam.

Buku-buku yang tersusun di perpustakaan Hasan al Banna memberi banyak informasi yang menjadi cermin bagaimana sosoknya, bagaimana pemikirannya dan bagaimana gerakan dakwahnya. Dalam buku-buku perpustakaan itu ada buku-buku khusus yang berbicara tentang kondisi dunia Islam seluruhnya. Ada pula buku-buku khusus tentang berbagai gerakan perlawanan Islam. Bahkan terdapat juga berbagai buku mengenai skill dan profesi tertentu.

Hasan al Banna memang banyak mendorong anak-anaknya untuk cinta membaca. Ia memberikan sebuah loker khusus untuk anak-anaknya agar banyak membaca, dan menambahkan uang saku untuk anak-anaknya sebanyak 50 qirsy yang seluruhnya dialokasikan untuk membeli buku. “Aku membeli banyak buku dengan uang itu, dan aku susun buku-buku itu dalam sebuah loker khusus,” kata Ahmad Saiful Islam.

Dalam banyak tulisannya, Hasan al Banna juga kerap menekankan pentingnya memiliki perpustakaan sendiri di rumah bagi setiap keluarga Islam, meskipun perpustakaan itu sederhana saja.

Ahmad Saiful Islam juga memperhatikan kehidupan ayahnya dari berbagai bahan dan catatan pribadinya. Dari sana Ahmad Saiful Islam menemukan banyak sisi-sisi pribadi sang ayah dan juga bagaimana kumpulan catatan sastra yang begitu indah.

Selain itu, Ahmad Saiful Islam juga sengaja banyak mendengarkan kenangan para ikhwan yang banyak berinteraksi dengan ayah. Ada banyak buku yang di kisahkan mereka tentang Hasan al Banna. Termasuk di antaranya adalah sebuah buku yang ditulis pemimpin ketiga al Ikhwan, Umar Tilmitsani.

Tidak ada komentar: